Sabtu, 05 Februari 2011

Sudah Siapkah Anak Sekolah ?

Dear mom & Dad, sekarang mungkin sudah mulai banyak orang tua yang sibuk kasak kusuk cari-cari sekolah untuk anak-anaknya ya.
Nah, sebelum sibuk mulai cari-cari sekolah, yuk, kita timbang2 dulu, apakah anak kita sudah siap bersekolah?

by: Maya Siswadi / Maya Mai Farnomisa
Sekolah menuntut kesiapan mental lho...

Banyak orang tua yg dibuat bingung, kapan ya anak musti mulai sekolah. Nah, sekolah yg saya maksud di sini adalah mulai dari playgroup/kelompok bermain..

Kalau buat saya (ini saya sendiri lho ya, jadi bisa aja gak sama buat yg lain), anak-anak baru akan saya sekolahkan umur 4 - 5 th, langsung masuk TK, bisa TK selama 1 th atau 2 th.

Tapi, ada beberapa ortu yg menilai, anak perlu juga masuk mulai dari playgroup. OK! Masing-masing ortu beda-beda pertimbangannya, gak bisa ditarik satu garis lurus yg saklek.

Selain itu masing-masing anak juga berbeda. Ada anak yang sudah siap sekolah sejak dini dan terus saja merengek minta sekolah, tapi ada juga anak yang butuh waktu lama untuk siap masuk sekolah.

Saya aja jaman dulu kecil-kecilnya pernah masuk Playgroup bareng adik saya, padahal ibu saya adalah FTM, ibu rumah tangga biasa. Tapi giliran anak sendiri saya gak mau, saya gak mau masukin anak saya sekolah lebih dini. Anak saya mulai masuk sekolah ya TK., itupun minimal umurnya 4 th..hehehe...

Buat saya kesiapan anak untuk masuk sekolah penting banget..
Pertama, kesadaran anak untuk mau sekolah tentu harus dari dirinya sendiri, karena anaklah yg akan menjalaninya, jadi dia harus mau dan mampu menanggung konsekwensinya, supaya tidak ada kasus anak mogok sekolah, males bangun pagi, dsb

Masa sekolah itu adalah masa yang sangat panjang, bayangkan berapa tahun anak harus sekolah nantinya? Nah selama masa sekolah yang nantinya panjang itu tentu ada saatnya anak akan mengalami kejenuhan, bayangkan jika sejak dini anak-anak yg mustinya "tugas psikologis dan perkembangannya" hanya bermain itu sudah "dituntut" untuk sekolah, duduk manis dan diam mendengarkan guru berbicara atau mendengarkan instruksi guru.

Sementara anak-anak usia dini kebutuhan perkembangannya masih ingin bebas bermain dan berlari kesana kemari, mengeksplor apapun yg ditemui dan dihadapinya. Mampukah "sekolah dini" memfasilitasi kebutuhan perkembangan anak itu?

Kedua, sudah siapkah anak secara mental emosional, untuk sekolah?
coba kita jawab pertanyaan-pertanyaan simpel berikut :
sanggupkah anak bangun pagi?
sanggupkah anak beradaptasi dg situasi baru tanpa ortu, hanya dg guru/asistennya ?
sanggupkah anak berada di lingkungan baru selama beberapa jam ?
sanggupkah anak menerima instruksi guru ?
sanggupkah anak mengerti apa yg diinstruksikan oleh guru ?
sanggupkah anak melakukan apa yg diinstruksikan oleh guru ?
sanggupkah anak melakukan "tugas" dari guru? seperti jika guru memberi instruksi untuk memberi warna, menggunting, menempel, menulis, dsb ?
sanggupkah anak maju ke depan kelas, bercerita, bertanya pada guru, dsb?
sanggupkah anak melakukan beberapa hal secara mandiri, seperti makan sendiri, pergi ke kamar mandi sendiri, menyimpan mainan atau peralatan ke tempatnya, dsb?
sanggupkah anak menyimpan dan memasukkan peralatannya sendiri ke dalam tas tanpa bantuan?
sanggupkah anak melakukan aktifitas-aktifitas fisik yg menuntut kemampuan motorik kasar seperti berlari, menaiki tangga, menendang /melempar bola, dsb?
sanggupkah anak menghadapi teman-temannya ?
sanggupkah anak berkenalan ?
sanggupkah anak mendekati teman dan mengajaknya main bersama?
sanggupkah anak berbagi mainan bersama temannya?
sanggupkah anak bermain bersama teman-temannya secara baik dan fair ?
sanggupkah anak menghadapi persaingan ?
sanggupkah anak menghadapi pertengkaran antar teman?
sanggupkah anak menghadapi teman yg kasar ? agresif ? suka merebut mainan ? suka mengejek teman ? dsb

Pertanyaan-pertanyaan di atas perlu dijawab ortu utk melihat seberapa jauhkan dan seberapa siapkah anak sekolah?

Hal-hal yg sudah disebutkan itu hanya beberapa hal yg akan dihadapi anak kelak di sekolahnya.

Anak-anak yg belum siap mental utk bersekolah, nantinya akan bermasalah di sekolah. Entah berdampak langsung pada saat itu juga misalnya mogok sekolah, sekolah tapi ogah-ogahan, takut/trauma sekolah, atau selalu minta ditemani di sekolah, sekolah tapi menjerit-jerit karena tidak mau masuk kelas, sekolah tapi mondar mandir di kelas, tidak konsentrasi, dsb, atau berdampak di kemudian hari, entah anak nantinya jd pendiam, pemalu, penakut, malas belajar, sulit konsentrasi, suka mengganggu teman, suka membolos, dsb.

Anak-anak yg belum siap juga nantinya akan merepotkan ortu toh? Misalnya harus ditunggui, bahkan sampai ke kelas, ditemenin belajar di sekolah sepanjang waktu?....hm....*mikir-mikir*
Jika ortu mampu memberikan stimulasi yg baik di rumah, misalnya mengenalkan konsep bentuk (segitiga, kotak, bulat, dst), konsep warna (merah, kuning, ijo, dst), konsep berhitung (pengenalan konsep jumlah seperti jumlah barang ada 1, 2, 3, dst), menulis (memegang pensil, mencoret kertas, membentuk huruf/angka) , menggambar, mewarnai, dsb dengan cara-cara yg asyik dan fun, sambil bermain, ketika sedang makan, ketika sedang jalan-jalan, ketika sedang bermain, ketika sedang membaca bersama, tanpa pemaksaan, tentu akan lebih bagus lagi. Jada anak "sekolah" dg suasana yg lebih asyik di rumah, gak harus masuk playgroup.

Karena toh yg diajarkan di playgroup untuk menstimulasi anak juga. Jadi? Kenapa bukan ortunya saja yg berusaha menstimulasi semaksimal mungkin. Belikan mainan-mainan edukatif (stacking ring, shape shorter, dsb), buku-buku permainan utk balita yg bisa diterapkan bersama anak, buku-buku cerita untuk story telling, dsb. Toh investasinya sama dg kalo kita masukkan ke playgroup (mungkin lebih hemat sedikit dan uangnya bisa buat tambahan investasi sekolah atau kuliah anak di masa depan kan ?). Tinggal kita bikin aja kurikulum dan susun target sendiri kalo menginginkan, disesuaikan dg kemampuan yg udah dicapai anak. Masing-masing ortu tentu lebih tahu kan kemampuan anaknya.

Jangan lupa, jangan cuma membelikan dan kemudian diberikan begitu saja ke anak, karena gak akan bermanfaat apa-apa, kecuali ortu mau main bersama anak dan "belajar" bersama anak hehehe. (untuk ini mungkin banyak ortu yg lebih pintar dari saya ya)

Lantas bagaimana dengan sosialisasinya? Sosialisasi juga ada masanya kog, sedari kecil anak mungkin hanya berinteraksi dengan orang dewasa atau orang yg dikenalnya, seiring dg waktu ditambah kesiapan mental dan pertambahan umur dan kematangan berpikirnya, anak juga akan belajar bersosialisasi dengan teman sebaya.

Sosialisasi gak mudah lho, gak semudah yg kita pikirkan, jadi perlu kesiapan mental juga. Bagaimana berhadapan dg teman, bagaimana berkenalan dan bertegur sapa dg teman, bagimana bermain bersama teman, bagaimana berbagi mainan dg teman, dsb, semua itu tentu butuh proses dan proses belajar yg tidak sebentar.

Yah biar bagaimanapun, masing-masing ortu mungkin beda pertimbangan dan kebijakan untuk menyekolahkan anak, semua kembali dari sisi anak dan ortunya juga.

by: Maya Siswadi / Maya Mai Farnomisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar